Tak ada yang
berubah dari yang pernah kutinggalkan.
Kecuali pondok makanan kecil yang berada
di pojok gapura tempat aku berdiri .Pondok ini sekarang sudah berubah mini market modern
dengan berbagai stan jajanan di depannya.
Sepoi angin subuh begitu sejuk menyambut kedatanganku kali ini.
Atau lebih tepatnya menghujaniku degan hembusan angin pedesaan yang begitu asri
dan dingin.
Pak Zainal, pemuka agama kampung kami , menjadi
satu-satunya orang yang pertama kali aku lihat dari hampir setengah jam lalu
aku sampai di tempat ini. .Dengan kopyah
putih dan sorban kotak-kotaknya ia melangkah
tertatih menuju mushola, menggambarkan berapa beban usianya sekarang. Ia
kumandangkan takbir kebesaran agama
kami. Suaranya membelalak memecah keheningan subuh buta.
Aku amati
setiap sudut kampung tercintaku, berdiri di dekat tempat wudhu.Namun pak Zainal tidak menghiraukan
kedatanganku, bahkan orang-orang yang datang bersembahyang tidak sebuah
salampun mereka ucapkan padaku.
Aku berjalan menyusurui kampung, sambil terus
berpikir apa yang membuat orang kampung memusuhiku. Belum ada aktivitas yang
ketara menggambarkan kehidpuan di pagi hari.
“Allahu
akbar..Allaaaaahuakbar… Allaaaahu akbar.Allaaahuakbar…..” sayup adzan menyemai
teliga saat kakiku berjalan menjauh dari
mushola.
Lampu-lampu
mulai di matikan orang-orang beranjak dari tidurnya menuju tempat
persembahyangan. Aku berniat akan segera sholat jika aku sudah sampai ujung
kampong ini. Tepatnya di gubuk bambuku. Aku ingin segera memeluk mamak tercintaku.
Pulang
kembali ke kampung halaman membuat kesan tersendiri , hingga aku tetap terjaga
di bus yang menuju kampungku. Bengkak mataku tidak aku hiraukan, yang penting adalah
aku ingin segera ketemu mamak,
setelah sekian tahun akau tak jumpa rasanya rindu sekali.
“Assalamu’laikum….” Aku sampai
depan pintu rumah.
Tok.tok.
tok.. ”assalau’alaikum…..mak….”
Tidak ada
jawaban. Apakah mamak masih tidur.
Ataukah tidak kedengaran, pikirku
“Assalamu’laikum..,…”
Aku tunggu
sampai hampir seperempat jam, namun
belum ada balasan. Lelah menunggu. Aku
beranjak menuju pintu belakang.
“mamak..mamak aku datang..”
Tidak ada
jawaban juga. Aku terduduk di emperan
belakang . Tiba-tiba terdengar derit pintu belakang terbuka.
“mamak…”
Mamak
acuhkan aku. Ia tidak melirik sedikitpun kearah aku berdiri.
“mamak… ni
minah..” Aku mencoba memulai .
“mamak. …Aku kangen karo mamak. delengen aku
mak. Anakmu uwis bali.” Ratapku
dengan air mata yang mengalir. mamak
tetap tidak pedulikan aku, apa mamak
belum memaafkan aku?.
Beberapa
tahun yang lalu aku telah membuat mamak
marah setengah mati padaku . Itu dikarenakan kelalaiku yang membuat bapak menanggung semua kesalahanku.
Bapak
di penjara beberapa bulan karena
ulahku kepada sekawanan anak jenderal di kampungku, mamak sudah memaafkanku . ia juga mengantarkan aku ke stasiun
sebelum akhirnya aku merantau pergi ke
Jakarta. Aku masih ingat Mamak memelukku
erat.
”mamak sayang karo kowe nduk. Mamak uwis ora
nesu karo kowe. Ati.ati. kerep-kerep kirim kabar karo mamak..”
“dadi wong kang migunani tumrap wong
akeh, ora lali sholat.gawea seneng mamak bapakmu sing neng deso”
Masih
terniang kata-kata mamak beberapa tahun lalu sampai saat ini, dan
peristiwa itu mengubahku menjadi aku, minah yang penuh tanggung jawab seperti
sekarang ini. Berpuluh surat balasan dari mamak juga tidak pernah mengungkit
masalah yang pernah aku lakukan tempo dulu.Pergi jauh dari orang tua dengan
umur yang masih belia bukan sesuatu yang mudah, aku tinggal bersama pakde di
Jakarta dengan berbekal tekad dan keyakinan. Aku dibiaya sekolah pakde hingga
menjadi orang seperti saat ini.
“mamak..”
aku panggil mamak untuk sekian kalinya, namun
tidak ada respon apapun
“maaaaamaaaak………….”
tiba-tiba
terasa pusing gelap gelap dan gelap...
JJJ
Cahaya putih
meyilaukan mataku.semakin mendekat,dekat dan terang. Perlahan aku membuka kedua
mataku yang berat.
Keyla,
rio,vetra,mama, papa berjaga di samping tempat aku berbaring dan yang teridur
di sofa itu adalah adikku maura., papa mama aku juga terlihat pucat pasi ,
sepertinya mereka kurang tidur beberapa hari ini. Aku ingin segera bangun dari
tempat tidurku.tetapi,
“aauu,,,
aduh… kepalaku..” kudapati perban berbalut di kepalaku
“mimi..sayang.,,?
Suara lembut mama menyentuh lembut
tanganku.
Aku mimi..?
Tadi aku mengenali diri dengn sebutan minah. Dan yang tadi aku bilang mamak di
mimpiku wajahnya tidak sama dengan mama yang sedang di hadapanku sekarang. Aku mengenali keyla,rio dan vetra, mama, papa dan maura. Aku ingat mereka semua. Mereka
adalah keluarga dan sahabat-sahabatku.tetapi aku tidak ingat mengapa aku sampai
ke tempat ini ,dan mimpi itu membawaku seolah aku minah .dan mimi, Panggilan
yang asing bagiku.(ntk.)
(BERSAMBUNG....)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar