“Kopi itu
seperti kehidupan,ada sisi pahit, ada sisi manisnya.Aroma yang dipancarkan merupakan awal untuk menjadi
penikmatnya.Seperti teori medan magnet semakin dekat akan semaikin terjerat dan
semakin jauh semakin pilu menginginkan untuk dekat.Gaya tolak menolaknya
merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas.Gaya tark menarik antar
kutub menjadi secercah warna harapan .Seperti juga teori larutan yang memiliki
partikel-partkiel yang beresiko saling tumbukan satu sama lain.Tapi tumbukan itu
adalah sebadai uji kekuatan kita untu meraih hasil yang maksimal.”
Kalau orang-orang memiliki jam beker atau alarm
untuk membangunkan tidur. Beda denganku, punya jam beker tidak pernah ada
fungsinya. Mau volumenya menthok tetep aja itu jam jadi bantal tidur.Ratusan
jam beker berdering, tidak akan aku hiraukan. Dan aroma kopi menjadi penaklukku
di pasi hari, terutama kopi racikan ayah..Entah apa yang membuat aku sangat
mengidolakan aroma yang satu itu. Aroma itu begitu berbeda. Meskipun pahit,
jika di tambah gula akan terasa manis, bukan.Bumbu-bumbu pemanis itu membuat kopi tak sepahit cairan
empedu atau getah mahoni.Aku juga heran dengan ketajaman hidungku soal aroma
kopi, bisa taruhan dech.Apalagi kopi racikan ayah.Tahu tidak kadang aku merasa
ayah mengganggapkku sebelah mata, dia tak pernah menganggapaku sepenuhnya
sebagai anaknya.Ayah lebih sayang kepada Kak Tanda, saudara tiriku.Daripada
sama aku.Meskipun ia tak pernah kejam
seperti yang disuguhkan di sinetron-sinetron.Sampai detik ini dan selama 3 tahun
yang lalu,aku masih berusaha meluluhkan hati Ayah. Kopi ayahku, tetap
mengobsesi aroma citaku untuk meraihnya
Drrrrtttt…drrrtttt….
Hpku getar, ada sms yang baru saja masuk.Siapa yang sms sepagi ini. Dari
ibu. Ia mengabarkan kalau malam ini ia akan pulang telat dan minta tolong
disampaikan pada ayah. Ibu sudah pergi dari subuh tadi Tempat kerjanya yang
lumayan jauh membuatnya harus berangkat pagi.
Sudah ritual
setiap pagi, buat aku dan Kak Tandar selalu berebut kamar mandi. Sebagai
imbasnya salah satu harus mengalah dan beradu wantu biar tidak telat.Baru mau
masuk kamar mandi. Eh … tiba-tiba kak Tandar nyelonong bikin orang naik darah.
“Kak Tandar,” aku teriak kesal.
“Kak, cepetan donk, aku dan kesiangan nich!”
aku menunggu tak sabar di depan pintu kamar mandi
Dengan muka cemberut aku ambil
hpku di kamar, siapa tahu ada sms atau apa kek yang bisa ngebuat aku
lebih sabar nungguin kak Tandar lamanya minta ampun kalau mandi, kayak
pangenran aja.
“Awas ya, pokoknya kalau ampe terlambat kita berangkat bareng.” Kata ku
yang masih asyik dengan tut-tut di hpku
Kak Tandar sekolah di tempat yang sama dengan aku,
tapi satu tingkat lebih tinggi kak Tandar. Sejak awal aku masuk sekolah aku
nggak pernah datang bareng sama kak Tandar dan sebagian besar penghuni sekolahku
pada tidak tahu kalau aku adalah adik seorang Tandar, pemain gitar plus anggota
OSIS yang banyak punya fans adik kelas, termasuk teman-teman se-angkatanku.
Meskipun kami bukan saudara kandung, tapi kami tidak pernah ayah dan ibu kita
berbeda, kita selalu kompak.
Aku
tak mau ambil pusing soal fans-fansnya kak Tandar. Jadi waktu perjanjian awal
tahun kemarin di buat, aku fine-fine aja,hitung-hitung bantu kakak sendiri.Dan
sudah tradisi kita kalau berangkat dan pulang sendiri-sendiri, sok tidak
mengenal satu sama lain waktu di sekolah.Itu sich soal gampang bagiku, buktinya
sudah berjalan kampir dua tahun tidak pernah ada problem.
Beneran kesiangan dan kejadian deh berangkat bareng.
Tuch kan…belum sampai di sekolah aja udah banyak teman-temanku yang lihatin.
Bisik-bisik lagi, repot punya saudara yang terkenal. Ini kak Tandar juga emang
iseng, bukanya bersikap biasa, ee…. Malah sibuk ngodain.
Tiiiiitttttt ….!!!
Klakson motor dari arah barat mengagetkanku. Aku yang sedari tadi
menghadap ke arah kak Tandar tak menyadari kalau sudah masuk kawasan aspal
jalan. Untung nggak ketabrak kalau sampai ketabrak, liat aja kak Tandar mesti
aku musuhin plus bukanya sampai sekolah
malah sampai di rumah sakit.
“Uhh … gara-gara Kak Tandar nich.
Awas aja kalau sampai ketabrak. Aku bilangin ayah biar nggak dapat jatah lho!”
ancamku yang segera agak merapat ke sisi Kak Tandar.
“Dasar anak kecil, tukang ngadu. Week …” Kak Tandar mengacak-acak
rambutku sambil berlalu meninggalkankuyang masih sibuk dengan rambutnya. Aku
coba lihat jam ditanganku. Waktu terasa cepat jarum panjang itu terus saja
meninggalkanku dari angka tujuh. Segera kupercepat langkah kaki menuju
kelas.Untung Aku tidak masuk dalam jajaran kesebelasan di tengah lapangan ,
bisa-bisa jadi crispy beneran. (ntk.) BERSAMBUNG ...^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar