Jumat, 07 Juni 2013

CERPEN :deruan motor

“Kopi itu seperti kehidupan,ada sisi pahit, ada sisi manisnya.Aroma  yang dipancarkan merupakan awal untuk menjadi penikmatnya.Seperti teori medan magnet semakin dekat akan semaikin terjerat dan semakin jauh semakin pilu menginginkan untuk dekat.Gaya tolak menolaknya merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas.Gaya tark menarik antar kutub menjadi secercah warna harapan .Seperti juga teori larutan yang memiliki partikel-partkiel yang beresiko saling tumbukan satu sama lain.Tapi tumbukan itu adalah sebadai uji kekuatan kita untu meraih hasil yang maksimal.”
Kalau orang-orang memiliki jam beker atau alarm untuk membangunkan tidur. Beda denganku, punya jam beker tidak pernah ada fungsinya. Mau volumenya menthok tetep aja itu jam jadi bantal tidur.Ratusan jam beker berdering, tidak akan aku hiraukan. Dan aroma kopi menjadi penaklukku di pasi hari, terutama kopi racikan ayah..Entah apa yang membuat aku sangat mengidolakan aroma yang satu itu. Aroma itu begitu berbeda. Meskipun pahit, jika di tambah gula akan terasa manis, bukan.Bumbu-bumbu  pemanis itu membuat kopi tak sepahit cairan empedu atau getah mahoni.Aku juga heran dengan ketajaman hidungku soal aroma kopi, bisa taruhan dech.Apalagi kopi racikan ayah.Tahu tidak kadang aku merasa ayah mengganggapkku sebelah mata, dia tak pernah menganggapaku sepenuhnya sebagai anaknya.Ayah lebih sayang kepada Kak Tanda, saudara tiriku.Daripada sama aku.Meskipun  ia tak pernah kejam seperti yang disuguhkan di sinetron-sinetron.Sampai detik ini dan selama 3 tahun yang lalu,aku masih berusaha meluluhkan hati Ayah. Kopi ayahku, tetap mengobsesi aroma citaku  untuk meraihnya
Drrrrtttt…drrrtttt….
Hpku getar, ada sms yang baru saja masuk.Siapa yang sms sepagi ini. Dari ibu. Ia mengabarkan kalau malam ini ia akan pulang telat dan minta tolong disampaikan pada ayah. Ibu sudah pergi dari subuh tadi Tempat kerjanya yang lumayan jauh membuatnya harus berangkat pagi.
Sudah ritual setiap pagi, buat aku dan Kak Tandar selalu berebut kamar mandi. Sebagai imbasnya salah satu harus mengalah dan beradu wantu biar tidak telat.Baru mau masuk kamar mandi. Eh … tiba-tiba kak Tandar nyelonong bikin orang naik darah.
“Kak Tandar,” aku teriak kesal.
“Kak, cepetan donk, aku dan kesiangan nich!”
aku menunggu tak sabar di depan pintu kamar mandi
Dengan muka cemberut aku ambil  hpku di kamar, siapa tahu ada sms atau apa kek yang bisa ngebuat aku lebih sabar nungguin kak Tandar lamanya minta ampun kalau mandi, kayak pangenran aja.
“Awas ya, pokoknya kalau ampe terlambat kita berangkat bareng.” Kata ku yang masih asyik dengan tut-tut di hpku
Kak Tandar sekolah di tempat yang sama dengan aku, tapi satu tingkat lebih tinggi kak Tandar. Sejak awal aku masuk sekolah aku nggak pernah datang bareng sama kak Tandar dan sebagian besar penghuni sekolahku pada tidak tahu kalau aku adalah adik seorang Tandar, pemain gitar plus anggota OSIS yang banyak punya fans adik kelas, termasuk teman-teman se-angkatanku. Meskipun kami bukan saudara kandung, tapi kami tidak pernah ayah dan ibu kita berbeda, kita selalu kompak.
            Aku tak mau ambil pusing soal fans-fansnya kak Tandar. Jadi waktu perjanjian awal tahun kemarin di buat, aku fine-fine aja,hitung-hitung bantu kakak sendiri.Dan sudah tradisi kita kalau berangkat dan pulang sendiri-sendiri, sok tidak mengenal satu sama lain waktu di sekolah.Itu sich soal gampang bagiku, buktinya sudah berjalan kampir dua tahun tidak pernah ada problem.
Beneran kesiangan dan kejadian deh berangkat bareng. Tuch kan…belum sampai di sekolah aja udah banyak teman-temanku yang lihatin. Bisik-bisik lagi, repot punya saudara yang terkenal. Ini kak Tandar juga emang iseng, bukanya bersikap biasa, ee…. Malah sibuk ngodain.
Tiiiiitttttt ….!!!
Klakson motor dari arah barat mengagetkanku. Aku yang sedari tadi menghadap ke arah kak Tandar tak menyadari kalau sudah masuk kawasan aspal jalan. Untung nggak ketabrak kalau sampai ketabrak, liat aja kak Tandar mesti aku  musuhin plus bukanya sampai sekolah malah sampai di rumah sakit.
 “Uhh … gara-gara Kak Tandar nich. Awas aja kalau sampai ketabrak. Aku bilangin ayah biar nggak dapat jatah lho!” ancamku yang segera agak merapat ke sisi Kak Tandar.

“Dasar anak kecil, tukang ngadu. Week …” Kak Tandar mengacak-acak rambutku sambil berlalu meninggalkankuyang masih sibuk dengan rambutnya. Aku coba lihat jam ditanganku. Waktu terasa cepat jarum panjang itu terus saja meninggalkanku dari angka tujuh. Segera kupercepat langkah kaki menuju kelas.Untung Aku tidak masuk dalam jajaran kesebelasan di tengah lapangan , bisa-bisa jadi crispy beneran. (ntk.) BERSAMBUNG ...^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar